Sabtu, 20 Desember 2014

UJI FITOKIMIA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Tujuan Percobaan
Untuk memeriksa kandungan kimia yang terdapat dalam simplisia herba sambiloto (Terpen, steroid, Fenol, Saponin, Alkaloid, Flavonoid).

1.2  Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam flora dan fauna. Keanekaragaman ini (terutama tumbuhan) mengundang pehatian banyak orang untuk memilih jalur alternatif dalam pengobatan, mengingat terlalu banyak efek samping dari produk obat-obatan sintetis. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kecenderungan masyarakat memilih produk yang alamiah, maka semakin gencar penelitian tentang kandungan-kandungan kimia penting dalam tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan dalam pengembangan obat baru. Penelitian biasanya menggunaan metoda analisis fitokimia, dimana metoda ini membahas secara sistematis tentang berbagai senyawa kimia, terutama dari golongan senyawa organik yang tedapat dalam tumbuhan, proses biosintesis metabolisme, dan perubahan-perubahan lain yang terjadi pada senyawa kimia tersebut beserta sebaran dan fungsi biologisnya.
Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan merupakan hasil metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Dari hasil penelitian banyak ahli tak jarang senyawa kimia ini memiliki efek fisiologi dan farmakologi yang bermanfaat bagi manusia. Senyawa kimia tersebut lebih dikenal dengan senyawa metabolit sekunder yang merupakan hasil dari penyimpangan metabolit primer tumuhan. Senyawa tersebut adalah golongan alkaloid, steroid, terpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin.
Dalam uji fitokimia dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap senyawa aktif metabolit sekunder tersebut, sehingga potensi relatif dari masing-masing tanaman dapat diukur.
Pada masa lalu manusia juga telah mengenal pengobatan dari bahan alami, walau pengetahuan mereka tentang khasiat dari tumbuhan tersebut hanya sebatas pengalaman dan tradisi tanpa ada pembuktiannya secara klinis. Walaupun demikian pengobatan seperti ini masih digunakan sampai sekarang. Pengobatan dengan cara demikian dikenal dengan pengobatan tradisional. Pada ramuan obat tradisional bahan-bahannya berasal dari tanaman baik berupa akar, batang, daun, maupun bunga atau dapat juga berasal dari hewan dan bahan-bahan mineral.
Banyak faktor yang mempengaruhi kandungan kimia dalam tanaman, seperti kesuburan tanah tempat tumbuh (kandungan zat makanan), iklim lingkungan, waktu panen, umur, cara pengolahan dan sebagainya. Sehingga pengolahannya memerlukan perlakuan khusus, selain keseragaman dosis juga perlu adanya standarisasi agar manfaat dan keamanannya dapat diperhitungkan layaknya obat-obatan modern.
Obat-obatan tradisional dapat dogolongkan menjadi, jamu dimana khasiatnya hanya berdasarkan pengalaman tanpa adanya pengujian baik klinis maupun praklinis, herbal terstandar dimana efek farmakologinya telah melalui uji praklinis dan fitofarmaka dimana efek farmakologinya telah melalui uji klinis.

















BAB II
KAJIAN TEORI

2.1  Klasifikasi Simplisia
Tanaman sambiloto  mempunyai nama latin Andrographis paniculata Ness memiliki sinonim Justicia paniclata Burn; Justicia latebrosa Russ. Dengan nama daerah : Papaitan, Ki peurat atau bidara. (Depkes, 1979)
Klasifikasi tanaman sambiloto adalah sebagai berikut :
Kingdom                         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom                    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi                     : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi                               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas                                : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas                                    : Asteridae
Ordo                                : Scrophulariales
Famil                                : Acanthaceae
Genus                              : Andrographis
Spesies                             : Andrographis paniculata Nees
Sinonim                           : Justicia paniculata Burm., Justicia latebrosa Russ.
Nama Simplisia                : Andrographis paniculata Herba

2.2  Kandungan Kimia
Sifat-sifat kimia yang dimiliki tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Ness ) antara lain rasa pahit, dingin, masuk meridian paru, lambung, usus besar dan usus kecil. Daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrgrafolid, 14-deoksi-11-12-didehidroandrografolid, dan homoandrografolid, flavonoid, alkene, keton, aldehid, mineral (kalium,kalsium, natrium). Asam kersik, damar. Flavonoid terbanyak diisolasi dari akar yaitu polimetatoksivaflavon, andrografin, pan, ikkulin. Mono-0-metilwhitin dan apigenin-7,4 dimetileter. Zak aktif andrografoid terbukti berkhasiat sebagai hepatoprotektor (melindungi sel hati dari zat  toksin).
Daun Andrographis paniculata mengandung saponin, flavonoid, dan tannin juga mengandung zat pahit andrografolida yang merupakan golongan diterpenoid (Brooke et al., 2003).
Secara umum senyawa – senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman sambiloto adalah sebagai berikut :
·      Saponin
·      Flavonoid
·      Andrografolid
·      Apigenin
·      Tanin
·      Neo- andrografolid
·      Deoksi – andrografolid
·      Homo – andrografolid
·      Bis – andrografolid
·      Dehidro – andrografolid
·      Andrografid
·      Panikulin
·      Mineral (Kalium, kalsium, natrium)
·      Asam kersik dan Damar



2.3  Khasiat dan Manfaat
Secara invitro tanaman sambiloto mempunyai khasiat antidiabetik dengan cara mempengaruhi sekresi insulin dari pulau Langerhans. Daun atau herba sambiloto digunakan pada pengobatan tradisional antara lain untuk disentri, kencing manis, demam, sakit kepala, penawar bisa ular, tonikum, penyakit kulit dan tifus (Brooke et al., 2003).

2.4  Pengujian Simplisia
1. Makroskopik
Tanamanan sambiloto merupakan terna tumbuhan tegak, tinggi 40 cm sampai 90 cm, percabangan banyak letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat dan tidak berambut. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam, tepi daun rata, panjang daun 3 cm samapi 12 cm dan lebar 1 cm sampai 3 cm, panjang tangkai 5 mm sampai 25 mm; daun bagian atas bentuknya seperti daun pelindung. Perbungaan tegak bercaban-cabang, gagang bunga 3 mm samapi 7 mm., panjang kelopak bunga  3 mm sampai 4 mm. Bunga berbibir tabung, panjang 6 mm, bibir bunga bagian atas berwarna putih dengan warna kuning dibagian atasnya, ukuran 7 mm sampai 8 mm, bibir bunga bawah lebar berbentuk biji, berwarna ungu dan panjang 6 mm. Tangkai sari sempit dan melebar pada bagian pangkal, panjang 6 mm. Bentuk buah jorong dengan ujung yang tajam, panjang lebih kurang 2 cm, bila tua akan pecah terbagi menjadi 4 keping (Depkes, 1979).

2. Mikroskopik
Daun : epidermis atas terdiri dari satu lapis sel berbentuk segi empat, kutikula tipis, pada penampang tangensial tampak berbentuk polygonal, dinding samping lurus, tidak terdapat stomata.pada lapisan epidermis terdapat banyak sel litosiis yang berisi sistolit ; sistolit mengandung banyak kalsium karbonat. Selitosis umumnya lebih besar daripada sel epidermis, bentuk jorong atau bulat telur memanjang. Sel epidermis bawah lebih kecil dari sel epidermis atas, pada penampang tangensial tampak dinding samping bergelombang. Stomata sangat banyak tipe bidiasitik dan diasitik, mumnya dibiasitik.rambut kelenjar dan litosis lebih banyak terdapat di epidermis bawah daripada epidermis atas jaringan palisade umumnya terdiri dari satu lapis sel jarang yang dua lapis. Naringan unga karang terdiri dari beberapa lapis sel bunga karang, tersusun renggang dengan rongga udara yang besar ; diantara sel bunga karang terdapat juga sel litosis serupa degan yang terdapat di epidermis (MMI, 1979).
Batang : Epidermis terdiri dari satu lapis sel yang terentang tangensial, pada penampang tangensial terlihat berbentuk segi empat panjang, dinding samping lurus, kutikula agak tebal. Pada epidermis terdapat rambut kelenjar dan litosis seperti terdapat pada epidermis daun. Jaringan kolenkim terdapat di bawah epidermis, terutama pada sudut batang. Parenkim korteks terdiri dari beberapa lapis sel. Serabut perisikel berdinding tebal, agak berlignin, lumen sempit. Floem sekunder sedikit. Sebagian besar xilem sekunder terdiri dari serabut kayu. Pembuluh kayu bernoktah dan berpenebalan tangga tersebar. Empulur terdiri dari sel besar berbentuk poligonal, dinding bernoktah, sel empulur berisi hablur kalsium oksalat berbentuk jarum, panjang hablur 15 µm sampai 50 µm (MMI, 1979).
Kelopak bunga : pada epidermis luar terdapat rambut penutup dan rambut kelenjar. Rambut penututp umumnya terdiri dari satu sel, kadang – kadang bersel 2, berbentuk kerucut, panjang 40 µm sampai 175 µm, dinding tebal, dan kutikula bergaris – garis. Rambut kelenjar terdapat dua tipe, tipe pertama serupa dengan rambut kelenjar pada daun, sedangkan tipe kedua memiliki tangkai kelenjar bersel 3 sampai 5 dan kepala kelenjar berbentuk serupa mangkok bersel banyak (MMI, 1979).
Kulit buah : Epidermis luar terdiri dari sel pipih berbentuk poligonal memanjang atau serupa serabut pendek berdinding agak tebal, dan kutikula tebal bergaris. Pada epidermis terdapat stomata serupa stomata pada daun dan terdapat juga rambut kelenjar dengan tangkai bersel banyak serupa rambut kelenjar tipe kedua pada kelopak bunga. Di bawah epidermis terdapat jaringan berisi zat berwarna cokelat kekuningan. Epidermis dalam terdiri dari satu sel lapis tipis, dinding tebal, dan bernoktah. Mesokarp terutama terdiri dari serabut sklerenkim berdindng tebal, bernoktah, dan berlignin. Di daerah sekat mesokarp terdiri dari parenkim bernoktah dan sel batu dengan lumen lebar, dinding tebal, noktah jelas, dan berlignin (MMI, 1979).
Biji : kulit biji terdiri dari satu lapis sel, pipih berpapila pendek, dinding tipis, dan kutikula tipis. Endosperm terdiri dari sel berbentuk bulat panjang, dinding tebal tidak berlignin, tak berwarna, umumnya tersusun radial, serta sel penuh berisi butir – butir minyak dan aleuron. Embrio selnya lebih kecil dari sel endosperm, dinding tipis, dan berisi butir – butir minyak(MMI, 1979).
Serbuk : Warna hijau kelabu, rasa sangat pahit. Fragmen pengenal adalah fragmen epidermis atas dan epidermis bawah dengan litosis; fragmen mesofil daun; rambut kelenjar dari kelopak bunga; rambut penutup kelopak bunga; sel batu dari sel kulit buah; epidermis kulit buah dengan stomata; berkas pembuluh; sistolit yang lepas dari sel; fragmen serabut kulit buah; fragmen endosperm dari biji; fragmen empulur batang; hablur kalsium oksalat berbentuk jarum jarang kelihatan (MMI, 1979).


2.5  Fitokimia dan Golongan Senyawa Metabolit Sekunder
1. Fitokimia
Menurut Robinson (1991) alasan lain melakukan fitokimia adalah untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem biologis. Pemanfaatan prosedur fitokimia telah mempunyai peranan yang mapan dalam semua cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara ini penting  dalam semua telaah kimia dan biokimia juga telah dimanfaatkan dalam kajian biologis.
Sejalan dengan hal tersebut, menurut Moelyono (1996) analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari metode atau cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan secara keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk cara isolasi atau pemisahannya.
Pada tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi satu disiplin ilmu tersendiri, berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan dengan keduanya. Bidang perhatiannya adalah aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara ilmiah dan fungsi biologisnya (Harborne, 1984).
Keanekaragaman dan jumlah struktur molekul yang dihasilkan oleh tumbuhan banyak sekali, demikian juga laju pengetahuan tentang hal tersebut. Dengan demikian masalah utama dalam penelitian fitokimia adalah menyusun data yang ada mengenai setiap golongan  senyawa  khusus. Kandungan kimia tumbuhan dapat digolongkan menurut beberapa cara. Pengolahan didasarkan pada asal biosintesis, sifat kelarutan dan adanya gugus fungsi  kunci tertentu.

2. Golongan Senyawa Metabolit Sekunder
Metabolit atau metabolisme adalah keseluruhan proses sintesis senyawa-senyawa oleh organ dalam jaringan atau sel individu dalam kelangsungan hidupnya. Manitto (1981), menyatakan bahwa proses ini berlangsung selama individu atau organisme masih hidup bahkan pada jaringan organisme yang telah mati dan pada umumnya metabolisme primer dan metabolisme sekunder.
Menurut Judoamdjojo (1990), metabolik sekunder adalah hasil metabolisme yang disintesis oleh beberapa organisme tertentu yang tidak merupakan kebutuhan pokok untuk hidup dan tumbuh. Meskipun demikian, metabolik sekunder dapat berfungsi sebagai nutrien darurat untuk pertahanan hidup. Sedangkan menurut Herbert (1981), metabolisme sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan organisme untuk aktivitas tertentu dan sifatnya tidak esensial untuk kehidupannya.
Proses-proses kimia jenis lain yang terjadi hanya pada spesies tertentu sehingga memberikan produk yang berlainan, sesuai dengan spesiesnya merupakan senyawa-senyawa metabolik sekunder. Berperan dalam kelangsungan hidup dan perjuangan menghadapi spesies-spesies lain berupa zat kimia untuk pertahanan, penarik seks, dan feromen (Manitto, 1981). Menurut Sastrohamidjojo (1996), bahwa metabolik sekunder adalah bahan kimia non-nutrisi yang mengontrol spesies biologi dalam lingkungan atau memainkan peranan penting dalam koeksistensi dan koevolusi spesies.
Menurut Harborne (1984) senyawa metabolit sekunder yang umum terdapat pada tanaman adalah : alkaloid, flavanoid, steroid, saponin, terpenoid dan tannin.
a.      Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa  yang tersebar luas hampir pada semua jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan membentuk cincin heterosiklik (Harborne, 1984).
Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari tumbuh-tumbuhan. Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10-15%. Alkaloid kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna, sering kali bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar (Sabirin, et al.,1994).
Suatu cara mengklasifikasi alkaloid adalah  didasarkan pada jenis cincin heterosiklik  nitrogen yang terikat. Menurut klasifikasi ini alkaloid dibedakan menjadi ; pirolidin (1), piperidin (2), isoquinolin (3), quinolin (4) dan indol (5) Alkaloid pada umumnya berbentuk kristal yang tidak berwarna, ada juga yang berbentuk cair seperti koniina (6), nikotin (7). Alkaloid  yang berwarna sangat jarang ditemukan misalnya berberina (8) berwarna kuning.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa ini mudah terdekomposisi terutama oleh panas, sinar dan oksigen membentuk N-oksida. Jaringan yang masih mengandung lemak, maka dilakukan ekstraksi pendahuluan petroleum eter.





b.      Flavonoid
Flavonoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam  terutama pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa ini merupakan produk metabolik sekunder yang terjadi dari sel dan terakumulasi dari tubuh tumbuhan sebagai zat racun (Robinson, 1991).
Senyawa flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon dalam inti dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6 - C3 – C6. Susunan tersebut dapat menghasilkan tiga struktur yaitu: 1,3-diarilpropana (flavonoid), 1,2-diarilpropana (isoflavonoid), 2,2-diarilpropana (neoflavonoid).
Menurut Markham (1982), flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, sehingga flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol dan air.
Flavonoid umumnya terikat pada gula sebagai glukosida dan aglikon flavonoid. Uji warna yang penting dalam larutan alkohol ialah direduksi dengan serbuk Mg dan HCl pekat. Diantara flavonoid hanya flavalon yang menghasilkan warna merah ceri kuat (Harborne,1984).

c.       Terpenoid
Semua terpenoid berasal dari molekul isoprena, CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka karbonya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Walaupun demikian, secara biosintesis senyawa yang berperan adalah isopentil pirofosfat, CH2=C(CH3)-(CH)2OPP, yang  terbentuk  dari asetat  melalui asam mevalonat, CH2OHCH2C(OH,CH3)-CH2CH2COOH. Isopentil piropospat terdapat dalam sel hidup dan berkesinambungan  dengan isomernya, dimetilalil piropospat, (CH3)2C=CHCH2OPP.
Berdasarkan kenyataan ini, terpenoid dikelompokan dalam 5 bagian:
a.       Monoterpen terdiri dari dua unit C5 atau 10 atam karbon.
b.      Siskuisterpen terdiri dari tiga unit C5 atau 15 atom karbon
c.       Diterpen terdiri dari empat unit C5 atau 20 atom karbon
d.      Triterpen terdiri dari enam unit C5 atau 30 atom karbon
e.       Tetraterpen terdiri dari delapan unit C5 atau 40 atom karbon
Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat didalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya diekstraksi memakai petrolium eter, eter atau kloroform dan dapat dipisahkan  secara  kromatografi pada silika gel dengan pelarut ini (Harborne,1987).

d.      Steroid
Steroid adalah terpenoid yang kerangka dasarnya terbentuk dari sistem cincin siklopentana prehidrofenantrena. Steroid merupakan golongan senyawa metabolik sekunder yang banyak dimanfaatkan sebagai obat. Hormon steroid pada umumnya diperoleh dari senyawa-senyawa steroid alam terutama dalam tumbuhan (Djamal, 1988).

e.       Saponin
Menurut Harborne (1984), saponin adalah glikosida triterpen dan sterol. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa yang stabil dalam air dan menghomolisis sel darah merah. Dari segi pemanfaatan, saponin sangat ekonomis sebagai bahan baku pembuatan hormon steroid, tetapi saponin kadang-kadang dapat menyebabkan keracunan pada ternak (Robinson, 1991).

f.       Tanin
Secara  kimia terdapat  dua jenis tanin, yaitu: (1) tanin terkondensasi atau flavolan dan (2) tanin yang terhidrolisis.
1.      Tanin terkondensasi atau flavolan
Tersebar luas dalam tumbuhan angiospermae, terutama pada tumbuhan-tumbuhan berkayu. Nama lainnya adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin. Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin karena bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin. Proantosianidin dapat dideteksi  langsung dengan mencelupkan jaringan tumbuhan ke dalam HCl 2M mendidih selama setengah jam yang akan menghasilkan warna merah yang dapat diekstraksi dengan amil atau butil alkohol. Bila digunakan jaringan kering, hasil tanin agak berkurang karena terjadinya pelekatan tanin pada tempatnya didalam sel.

2.       Tanin yang terhidrolisis
Terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Terutama terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana adalah depsida galoiglukosa. Pada senyawa ini glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat yang berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis menghasilkan asam angelat. Cara deteksi tanin terhidrolisis adalah dengan mengidentifikasi asam galat/asam elagat dalam ekstrak eter atau etil asetat yang dipekatkan (Harborne,1987).

g.      Fenol
Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Senyawa fenol cenderung larut dalam air karena umumnya mereka seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat pada vakuola sel (Putra, 2007).
Zat atsiri yang memberikan keharuman pada tumbuh- tumbuhan dan bunga adalah golongan senyawa yang disebut terpena. Bau dalamhutan konifer pada hari panas di musim panas sebagian disebabkan oleh terpena yang berasal dari pohon pinus. Memang sebetulnya nama terpena diturunkan dari senyawa yang diturunkan dari terpentin, yaitu cairan atsiri yang didapat dari pohon pinus (Stanley, 1988).
Pada senyawa polifenol, aktivitas antioksidan berkaitan erat dengan struktur rantai samping dan juga substitusi pada cincin aromatiknya. Kemampuannya untuk bereaksi dengan radikal bebas DPPH dapat mempengaruhi urutan kekuatan antioksidannya. Aktivitas peredaman radikal bebas senyawa polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya. Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih tinggi akan dihasilkan pada senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus hidroksil yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa fenolik dapat dihasilkan pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang terjadi.






















BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1  Alat dan Bahan
Alat:
·   Tabung reaksi
·   Rak tabung reaksi
·   Gelas kimia
·   Kaki tiga
·   Kawat kasa
·   Batang pengaduk
·   Erlenmeyer
·   Cawan penguap
·   Penangas air
·   Penjepit tabung reaksi
·   Kertas saring
·   Spatel
·   Kertas perkamen
·   Timbangan analitik
·   Bunsen
·   Korek api
·   Plat tetes
·   Pipet tetes
Bahan:
·     Serbuk simplisia sambiloto 2 gram
·     Etanol
·     CHCl3
·     HCl
·     FeCl3
·     Liberman Buchardat (asam asetat anhidrat)
·     H2SO4

3.2  Cara Kerja
1. Pemeriksaan Terpen/Steroid, Fenol dan Saponin
a.    Ditimbang 2 gram serbuk simplisia sambiloto pada timbangan analitik
b.   Dimasukkan sampel ke dalam cawan uap, ditambahkan 25 ml etanol, kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 2 menit.
c.    Disaring panas-panas, filtrate diuapkan di penangas air sampai kering.
d.   Filtrat yang kering ditriturasi dengan ditambahkan CHCl3 sebanyak 10 ml.
e.    Dimasukkan filtrate pada poin d dalam tabung reaksi dan ditambahkan air hingga membentuk 2 lapisan yaitu lapisan CHCl3 dan air.
f.    Diambil lapisan air:
·      Saponin : dipipet lapisan air pada poin e, dimasukkan ke dalam tabung
  reaksi, dikocok  hingga terbentuk busa yang tidak hilang
  selama 15 menit setinggi 3 cm.
·      Fenol      : dipipet lapisan air pada poin e, ditambahkan 2-3 tetes HCl dan
  FeCl3. Hasil yang positif ditunjukkan dengan warna merah.
g.   Diambil lapisan CHCl3 kemudian dikeringkan di dalam plat tetes, ditambahkan pereaksi Liberman Buchardat (10 tetes asam asetat anhidrat) dan ditambahkan 2-3 tetes H2SO4 pekat maka akan terbentuk warna hijau biru untuk terpen dan warna merah untuk steroid.

3.      Pemeriksaan Alkaloid
·      2-4 gr sampel segar dipotong halus, digerus dengan pasir dan 10ml CHCL3.
·      Ditambahkan 10 ml NH3, 10 ml CHCL3 0,05N saring kedalam tabung reaksi.
·      Ditambahkan 0,5 ml H2SO4 2N kocok selama 1 menit.
·      Diamkan ambil lapisan asam dibagi 2 :
a.       lapisan asam pertama tambahkan pereaksi Mayer maka timbul endapan putih.
b.      Lapisan asam kedua tambahkan peraksi Buchardat.

4.      Pemeriksaan Flavonoid
·      2 gr sampel ditambah 10 ml methanol kemudian dipanaska lalu disaring panas panas  dan dipekatkan diwaterbath.
·      Ditambahkan 3 tetes HCL pekat dan logam Mg hasil positif terbentuk warna merah.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil Pengamatan

Golongan Senyawa
Hasil
Percobaan
Literatur
Saponin
-
+
Fenol
-
-
Terpen
-
-
Steroid
-
-
Alkaloid
+
+
Flavonoid
-
+
Keterangan :  (+)  =  terdeteksi      ( - ) =  tidak terdeteksi

4.2  Pembahasan
Negara kita merupakan salah satu negara yang memiliki varietas bahan hayati yang bermanfaat. Bahan-bahan hayati telah digunakan oleh manusia untuk memenuhi berbagai keperluan hidup. Indonesia yang beriklim tropis memiliki sumber daya alam hayati yang sangat beraneka ragam yang memproduksi beraneka ragam senyawa kimia karbon alami. Salah satu bahan tersebut adalah Herba sambiloto (Androgaphis paniculata herba) yang sangat bermanfaat bagi pengobatan hal ini disebabkan karena banyaknya kandungan senyawa yang terdapat didalamnya.
Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan golongan senyawa aktif dari ekstrak tumbuhan. Uji fitokimia yang sering dilakukan yaitu uji polifenol, kuinon, alkaloid, triterpenoid, steroid, saponim dan flavonoid. Menurut harbone (1987) fitokimia adalah suatu teknik analisa kandungan kimia didalam tumbuhan. Analisis ini bersifat kualitatif sehingga data yang dihasilkan adalah data kualitatif. Oleh karena itu dengan metode fitokimia dapat diketahui secara kualitatif kandungan kimia dalam suatu jenis tumbuhan. Secara umum kandungan kimia tumbuhan dapat dikelompokkan kedalam golongan senyawa alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin, flavonoid, tannin, polifenol, dan kuinon. Senyawa-senyawa tersebar luas didalam tumbuhan. Untuk menentukan senyawa-senyawa tersebut maka digunakan pereaksi-pereaksi khusus dan spesifik, misalnya pereaksi Dregendrorf, Meyer, Wagner, asam pikrat dan pereaksi asam tannat untuk alkaloid. Pereaksi liebermen – burchard untuk terpenoid, FeCl3 untuk mengidentifikasi polifenol dan larutan gelatin untuk senyawa tanin.
Pada praktikum kali ini, dilakukan uji fitokimia pada herba sambiloto (Androgaphis paniculata herba). Uji fitokimia secara umum dilakukan dengan terlebih dahulu menghaluskan (memblender) simplisia herba sambiloto, sehingga ukuran partikel sampel menjadi sangat kecil sehingga memudahkan kandungan kimia dari bahan atau sampel tersebut dapat tersaring dengan baik. Pada praktikum uji fitokimia yang yaitu dilakukan uji saponin,  uji fenol, uji steroid dan uji terpen.
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa yang stabil dalam air dan menghomolisis sel darah merah. Untuk mengetahui adanya saponin dalam sampel, maka filtrat yang kering ditriturasi dengan penambahan CHCl3 sebanyak 10 ml, kemudian filtrat dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan air hingga membentuk 2 lapisan yaitu lapisan CHCl3 dan air. Lapisan air tersebut dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang lain, dikocok  hingga terbentuk busa yang tidak hilang selama 15 menit setinggi 3 cm. Berdasarkan hasil percobaan, saponin tidak terdapat pada serbuk simplisia herba sambiloto yang diuji,dibuktikan dengan tidak terdapatnya busa setinggi 3 cm pada saat pengujian.
Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Senyawa fenol cenderung larut dalam air karena umumnya mereka seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat pada vakuola sel (Putra, 2007). Pada saat pengujian di laboratorium, herba sambiloto tidak mengan senyawa fenol, hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan warna lapisan air pada saat ditetesi HCl dan FeCl3. Hasil uji yang didapat sesuai dengan literature yang terdapat pada MMI bahwa herba sambiloto tidak mengandung senyawa fenol.
Steroid adalah terpenoid yang kerangka dasarnya terbentuk dari sistem cincin siklopentana prehidrofenantrena. Steroid merupakan golongan senyawa metabolik sekunder yang banyak dimanfaatkan sebagai obat. Berdasarkan hasil pengujian, senyawa steroid tidak terdapat pada herba sambiloto, hasil ini sesuai dengan literatur yang menunjukkan tidak adanya senyawa steroid pada herba sambiloto.
Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat didalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya diekstraksi memakai petrolium eter, eter atau kloroform dan dapat dipisahkan  secara  kromatografi pada silika gel dengan pelarut ini (Harborne,1987). Pengujian senyawa steroid di laboratorium pada herba sambiloto menunjukkan hasil negatif yang menujukkan bahwa tidak adanya senyawa tersebut dalam sampel. Hal ini sesuai dengan yang ada pada literatur bahwa pada herba sambiloto tidak terdapat senyawa fenol.
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa  yang tersebar luas hampir pada semua jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan membentuk cincin heterosiklik (Harborne, 1984). Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari tumbuh-tumbuhan. Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10-15%. Alkaloid kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna, sering kali bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar (Sabirin, et al.,1994). Pengujian alkaloid di laboratorium yang dilakukan menunjukkan hasil positif, dengan terbentuknya endapan putih pada saat direaksikan dengan pereaksi mayer, hal ini sesuai dengan literature bahwa herba sambiloto mengandung senyawa alkaloid yang berguna pengobatan.
Flavonoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam  terutama pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa ini merupakan produk metabolik sekunder yang terjadi dari sel dan terakumulasi dari tubuh tumbuhan sebagai zat racun (Robinson, 1991). Pengujian flavonoid yang dilakukan praktikan pada herba sambiloto menunjukkan hasil negatif karena pada saat pengujian dengan menambahkan HCl pekat dan logam Mg tidak terbentuk warna merah, tetapi di literatur menujukkan hasil yang positif. Hal ini nmenunjukkan bahwa terdapat kesalahan ketika pengujian.
Beberapa kesalahan yang terjadi pada saat pengujian di antaranya tidak terdapatnya saponin dan flavonoid dalam simplisia herba sambiloto sedangkan dalam literature disebutkan bahwa dalam simplisia herba sambiloto terkandung saponin, flavonoin dan sebagainya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam factor, diantaranya:
·   Proses pengeringan yang terlalu lama.
·   Kurang tepatnya sortasi basah dan pencucian sehingga masih terdapatnya benda-benda asing yang terdapat pada herba sambiloto seperti kupu-kupu putih, mikroorganisme, dan lain-lain.
·   Kurangnya ketelitian dan kehati-hatian pada saat pengujian di laboratorium.
·   Adanya bahan-bahan pereaksi di laboratorium yang tercampur dengan bahan lain.
·   Kesalahan saat pengambilan tanaman, dan lain-lain.















BAB V
PENUTUP

5.1  Simpulan
1. Kandungan sambiloto di antaranya:
·      Saponin
·      Flavonoid
·      Andrografolid
·      Apigenin
·      Tanin
·      Neo- andrografolid
·      Deoksi – andrografolid
·      Homo – andrografolid
·      Bis – andrografolid
·      Dehidro – andrografolid
·      Andrografid
·      Panikulin
·      Mineral (Kalium, kalsium, natrium)
·      Asam kersik dan Damar
2. Terdapatnya kesalahan saat pengujian simplisia herba sambiloto yang diuji di laboratorium sehingga saponin yang ada pada sampel tidak ditemukan. Beberapa factor yang mempengaruhi hal tersebut, diantaranya:
·         Proses pengeringan yang terlalu lama.
·         Kurang tepatnya sortasi basah dan pencucian sehingga masih terdapatnya benda-benda asing yang terdapat pada herba sambiloto seperti kupu-kupu putih, mikroorganisme, dan lain-lain.
·         Kurangnya ketelitian dan kehati-hatian pada saat pengujian di laboratorium.
·         Adanya bahan-bahan pereaksi di laboratorium yang tercampur dengan bahan lain.
·         Kesalahan saat pengambilan tanaman, dan lain-lain.

5.2  Saran
Diharapkan pada praktikum berikutnya agar kelas dipisah, sehingga pada saat pengujian simplisia menjadi kondusif dan lebih focus.



























DAFTAR PUSTAKA

Agoes.G.2007.Teknologi Bahan Alam.21,38 – 39.Bandung : ITB Press
Anonim, 1979. Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim.2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. 3 – 5. Jakarta : Depkes RI
Harborne, J.B,1996. Metode Fitokimia,  Edisi 2. Bandung: ITB Press
Teyler.V.E.et.al.1988. Pharmacognosy .9th Edition. 187 – 188. Phiadelphia : Lea & Febiger



















Lampiran 1. Gambar Uji Fitokimia di Laboratorium

 
Gambar 1. Hasil penyaringan (filtrate)
Gambar 2. Proses pengeringan filtrate dengan pemanasan
Gambar 3. Penambahan air hingga membentuk 2 lapisan yaitu lapisan CHCl3 (lap. Bawah) dan air (lap. Atas)

Gambar 4. Uji Fenol
Gambar 5. Uji Terpen dan Steroiid
Gambar 6. Uji Saponin

Gambar 7. Uji Alkaloid
Gambar 8. Uji Flavonoid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar