BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Untuk memeriksa kandungan kimia
yang terdapat dalam simplisia herba sambiloto (Terpen, steroid, Fenol, Saponin,
Alkaloid, Flavonoid).
1.2 Latar Belakang Masalah
Indonesia
merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam flora dan fauna.
Keanekaragaman ini (terutama tumbuhan) mengundang pehatian banyak orang untuk
memilih jalur alternatif dalam pengobatan, mengingat terlalu banyak efek
samping dari produk obat-obatan sintetis. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan kecenderungan masyarakat memilih produk yang
alamiah, maka semakin gencar penelitian tentang kandungan-kandungan kimia
penting dalam tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan dalam pengembangan obat
baru. Penelitian biasanya menggunaan metoda analisis fitokimia, dimana metoda
ini membahas secara sistematis tentang berbagai senyawa kimia, terutama dari
golongan senyawa organik yang tedapat dalam tumbuhan, proses biosintesis
metabolisme, dan perubahan-perubahan lain yang terjadi pada senyawa kimia
tersebut beserta sebaran dan fungsi biologisnya.
Senyawa kimia
yang terkandung dalam tumbuhan merupakan hasil metabolisme dari tumbuhan itu
sendiri. Dari hasil penelitian banyak ahli tak jarang senyawa kimia ini
memiliki efek fisiologi dan farmakologi yang bermanfaat bagi manusia. Senyawa
kimia tersebut lebih dikenal dengan senyawa metabolit sekunder yang merupakan
hasil dari penyimpangan metabolit primer tumuhan. Senyawa tersebut adalah
golongan alkaloid, steroid, terpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin.
Dalam uji
fitokimia dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap senyawa aktif
metabolit sekunder tersebut, sehingga potensi relatif dari masing-masing
tanaman dapat diukur.
Pada masa lalu
manusia juga telah mengenal pengobatan dari bahan alami, walau pengetahuan
mereka tentang khasiat dari tumbuhan tersebut hanya sebatas pengalaman dan
tradisi tanpa ada pembuktiannya secara klinis. Walaupun demikian pengobatan
seperti ini masih digunakan sampai sekarang. Pengobatan dengan cara demikian
dikenal dengan pengobatan tradisional. Pada ramuan obat tradisional
bahan-bahannya berasal dari tanaman baik berupa akar, batang, daun, maupun
bunga atau dapat juga berasal dari hewan dan bahan-bahan mineral.
Banyak faktor
yang mempengaruhi kandungan kimia dalam tanaman, seperti kesuburan tanah tempat
tumbuh (kandungan zat makanan), iklim lingkungan, waktu panen, umur, cara
pengolahan dan sebagainya. Sehingga pengolahannya memerlukan perlakuan khusus,
selain keseragaman dosis juga perlu adanya standarisasi agar manfaat dan
keamanannya dapat diperhitungkan layaknya obat-obatan modern.
Obat-obatan
tradisional dapat dogolongkan menjadi, jamu dimana khasiatnya hanya berdasarkan
pengalaman tanpa adanya pengujian baik klinis maupun praklinis, herbal
terstandar dimana efek farmakologinya telah melalui uji praklinis dan
fitofarmaka dimana efek farmakologinya telah melalui uji klinis.
BAB II
KAJIAN
TEORI
2.1
Klasifikasi Simplisia
Tanaman
sambiloto mempunyai nama latin Andrographis paniculata Ness memiliki
sinonim Justicia paniclata Burn; Justicia latebrosa Russ. Dengan nama daerah : Papaitan, Ki
peurat atau bidara. (Depkes, 1979)
Klasifikasi tanaman sambiloto
adalah sebagai berikut :
Kingdom :
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua /
dikotil)
Sub Kelas :
Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Famil : Acanthaceae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis
paniculata Nees
Sinonim
:
Justicia paniculata Burm., Justicia latebrosa Russ.
Nama Simplisia : Andrographis paniculata
Herba
2.2
Kandungan Kimia
Sifat-sifat
kimia yang dimiliki tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Ness )
antara lain rasa pahit, dingin, masuk meridian paru, lambung, usus besar dan
usus kecil. Daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari
deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrgrafolid, 14-deoksi-11-12-didehidroandrografolid,
dan homoandrografolid, flavonoid, alkene, keton, aldehid, mineral
(kalium,kalsium, natrium). Asam kersik, damar. Flavonoid terbanyak diisolasi
dari akar yaitu polimetatoksivaflavon, andrografin, pan, ikkulin.
Mono-0-metilwhitin dan apigenin-7,4 dimetileter. Zak aktif andrografoid
terbukti berkhasiat sebagai hepatoprotektor (melindungi sel hati dari zat
toksin).
Daun
Andrographis paniculata mengandung
saponin, flavonoid, dan tannin juga
mengandung zat pahit andrografolida yang merupakan golongan diterpenoid (Brooke et al.,
2003).
Secara umum senyawa – senyawa kimia
yang terkandung dalam tanaman sambiloto adalah sebagai berikut :
· Saponin
· Flavonoid
· Andrografolid
· Apigenin
· Tanin
· Neo- andrografolid
· Deoksi – andrografolid
· Homo – andrografolid
· Bis – andrografolid
· Dehidro – andrografolid
· Andrografid
· Panikulin
· Mineral (Kalium, kalsium, natrium)
· Asam kersik dan Damar
2.3 Khasiat dan Manfaat
Secara invitro
tanaman sambiloto mempunyai khasiat antidiabetik dengan cara mempengaruhi
sekresi insulin dari pulau Langerhans. Daun atau herba sambiloto digunakan pada pengobatan
tradisional antara lain untuk disentri, kencing manis, demam, sakit kepala, penawar
bisa ular, tonikum, penyakit kulit dan tifus (Brooke et
al.,
2003).
2.4 Pengujian Simplisia
1. Makroskopik
Tanamanan
sambiloto merupakan terna tumbuhan tegak, tinggi 40 cm sampai 90 cm,
percabangan banyak letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat dan tidak
berambut. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam, tepi daun
rata, panjang daun 3 cm samapi 12 cm dan lebar 1 cm sampai 3 cm, panjang
tangkai 5 mm sampai 25 mm; daun bagian atas bentuknya seperti daun pelindung.
Perbungaan tegak bercaban-cabang, gagang bunga 3 mm samapi 7 mm., panjang
kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm. Bunga
berbibir tabung, panjang 6 mm, bibir bunga bagian atas berwarna putih dengan
warna kuning dibagian atasnya, ukuran 7 mm sampai 8 mm, bibir bunga bawah lebar
berbentuk biji, berwarna ungu dan panjang 6 mm. Tangkai sari sempit dan melebar
pada bagian pangkal, panjang 6 mm. Bentuk buah jorong dengan ujung yang tajam,
panjang lebih kurang 2 cm, bila tua akan pecah terbagi menjadi 4 keping (Depkes, 1979).
2. Mikroskopik
Daun
: epidermis atas terdiri dari satu lapis sel berbentuk segi empat, kutikula
tipis, pada penampang tangensial tampak berbentuk polygonal, dinding samping
lurus, tidak terdapat stomata.pada lapisan epidermis terdapat banyak sel
litosiis yang berisi sistolit ; sistolit mengandung banyak kalsium karbonat.
Selitosis umumnya lebih besar daripada sel epidermis, bentuk jorong atau bulat
telur memanjang. Sel epidermis bawah lebih kecil dari sel epidermis atas, pada
penampang tangensial tampak dinding samping bergelombang. Stomata sangat banyak
tipe bidiasitik dan diasitik, mumnya dibiasitik.rambut kelenjar dan litosis
lebih banyak terdapat di epidermis bawah daripada epidermis atas jaringan
palisade umumnya terdiri dari satu lapis sel jarang yang dua lapis. Naringan
unga karang terdiri dari beberapa lapis sel bunga karang, tersusun renggang
dengan rongga udara yang besar ; diantara sel bunga karang terdapat juga sel
litosis serupa degan yang terdapat di epidermis (MMI, 1979).
Batang : Epidermis terdiri dari satu lapis
sel yang terentang tangensial, pada penampang tangensial terlihat berbentuk
segi empat panjang, dinding samping lurus, kutikula agak tebal. Pada epidermis
terdapat rambut kelenjar dan litosis seperti terdapat pada epidermis daun.
Jaringan kolenkim terdapat di bawah epidermis, terutama pada sudut batang.
Parenkim korteks terdiri dari beberapa lapis sel. Serabut perisikel berdinding
tebal, agak berlignin, lumen sempit. Floem sekunder sedikit. Sebagian besar
xilem sekunder terdiri dari serabut kayu. Pembuluh kayu bernoktah dan
berpenebalan tangga tersebar. Empulur terdiri dari sel besar berbentuk
poligonal, dinding bernoktah, sel empulur berisi hablur kalsium oksalat
berbentuk jarum, panjang hablur 15 µm sampai 50 µm (MMI, 1979).
Kelopak bunga : pada epidermis luar terdapat
rambut penutup dan rambut kelenjar. Rambut penututp umumnya terdiri dari satu
sel, kadang – kadang bersel 2, berbentuk kerucut, panjang 40 µm sampai 175 µm,
dinding tebal, dan kutikula bergaris – garis. Rambut kelenjar terdapat dua
tipe, tipe pertama serupa dengan rambut kelenjar pada daun, sedangkan tipe
kedua memiliki tangkai kelenjar bersel 3 sampai 5 dan kepala kelenjar berbentuk
serupa mangkok bersel banyak (MMI, 1979).
Kulit buah : Epidermis luar terdiri dari sel
pipih berbentuk poligonal memanjang atau serupa serabut pendek berdinding agak
tebal, dan kutikula tebal bergaris. Pada epidermis terdapat stomata serupa
stomata pada daun dan terdapat juga rambut kelenjar dengan tangkai bersel
banyak serupa rambut kelenjar tipe kedua pada kelopak bunga. Di bawah epidermis
terdapat jaringan berisi zat berwarna cokelat kekuningan. Epidermis dalam
terdiri dari satu sel lapis tipis, dinding tebal, dan bernoktah. Mesokarp
terutama terdiri dari serabut sklerenkim berdindng tebal, bernoktah, dan
berlignin. Di daerah sekat mesokarp terdiri dari parenkim bernoktah dan sel
batu dengan lumen lebar, dinding tebal, noktah jelas, dan berlignin (MMI, 1979).
Biji : kulit biji terdiri dari satu
lapis sel, pipih berpapila pendek, dinding tipis, dan kutikula tipis. Endosperm
terdiri dari sel berbentuk bulat panjang, dinding tebal tidak berlignin, tak
berwarna, umumnya tersusun radial, serta sel penuh berisi butir – butir minyak
dan aleuron. Embrio selnya lebih kecil dari sel endosperm, dinding tipis, dan
berisi butir – butir minyak(MMI, 1979).
Serbuk : Warna hijau kelabu, rasa sangat
pahit. Fragmen pengenal adalah fragmen epidermis atas dan epidermis bawah
dengan litosis; fragmen mesofil daun; rambut kelenjar dari kelopak bunga;
rambut penutup kelopak bunga; sel batu dari sel kulit buah; epidermis kulit
buah dengan stomata; berkas pembuluh; sistolit yang lepas dari sel; fragmen
serabut kulit buah; fragmen endosperm dari biji; fragmen empulur batang; hablur
kalsium oksalat berbentuk jarum jarang kelihatan (MMI, 1979).
2.5 Fitokimia dan Golongan Senyawa Metabolit
Sekunder
1.
Fitokimia
Menurut Robinson (1991) alasan lain melakukan fitokimia
adalah untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang
bermanfaat, yang ditunjukan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan
sistem biologis. Pemanfaatan prosedur fitokimia telah mempunyai peranan yang
mapan dalam semua cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara ini penting dalam
semua telaah kimia dan biokimia juga telah dimanfaatkan dalam kajian biologis.
Sejalan dengan hal tersebut, menurut Moelyono (1996)
analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari
metode atau cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan atau
hewan secara keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk cara isolasi atau
pemisahannya.
Pada tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan
telah berkembang menjadi satu disiplin ilmu tersendiri, berada diantara kimia
organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan dengan keduanya.
Bidang perhatiannya adalah aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan
ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya,
perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara ilmiah dan fungsi
biologisnya (Harborne, 1984).
Keanekaragaman dan jumlah struktur molekul yang dihasilkan
oleh tumbuhan banyak sekali, demikian juga laju pengetahuan tentang hal
tersebut. Dengan demikian masalah utama dalam penelitian fitokimia adalah
menyusun data yang ada mengenai setiap golongan senyawa khusus.
Kandungan kimia tumbuhan dapat digolongkan menurut beberapa cara. Pengolahan
didasarkan pada asal biosintesis, sifat kelarutan dan adanya gugus fungsi
kunci tertentu.
2.
Golongan Senyawa Metabolit Sekunder
Metabolit atau metabolisme adalah keseluruhan proses
sintesis senyawa-senyawa oleh organ dalam jaringan atau sel individu dalam
kelangsungan hidupnya. Manitto (1981), menyatakan bahwa proses ini berlangsung
selama individu atau organisme masih hidup bahkan pada jaringan organisme yang
telah mati dan pada umumnya metabolisme primer dan metabolisme sekunder.
Menurut Judoamdjojo (1990), metabolik sekunder adalah
hasil metabolisme yang disintesis oleh beberapa organisme tertentu yang tidak
merupakan kebutuhan pokok untuk hidup dan tumbuh. Meskipun demikian, metabolik
sekunder dapat berfungsi sebagai nutrien darurat untuk pertahanan hidup.
Sedangkan menurut Herbert (1981), metabolisme sekunder merupakan senyawa yang
dihasilkan organisme untuk aktivitas tertentu dan sifatnya tidak esensial untuk
kehidupannya.
Proses-proses kimia jenis lain yang terjadi hanya pada
spesies tertentu sehingga memberikan produk yang berlainan, sesuai dengan
spesiesnya merupakan senyawa-senyawa metabolik sekunder. Berperan dalam
kelangsungan hidup dan perjuangan menghadapi spesies-spesies lain berupa zat
kimia untuk pertahanan, penarik seks, dan feromen (Manitto, 1981). Menurut
Sastrohamidjojo (1996), bahwa metabolik sekunder adalah bahan kimia non-nutrisi
yang mengontrol spesies biologi dalam lingkungan atau memainkan peranan penting
dalam koeksistensi dan koevolusi spesies.
Menurut Harborne (1984) senyawa metabolit sekunder yang
umum terdapat pada tanaman adalah : alkaloid, flavanoid, steroid, saponin,
terpenoid dan tannin.
a.
Alkaloid
Alkaloid adalah
suatu golongan senyawa yang tersebar luas hampir pada semua jenis tumbuhan.
Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya
bersifat basa dan membentuk cincin heterosiklik (Harborne, 1984).
Alkaloid dapat
ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari tumbuh-tumbuhan. Kadar
alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10-15%. Alkaloid kebanyakan bersifat
racun, tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid merupakan
senyawa tanpa warna, sering kali bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk
kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu
kamar (Sabirin, et al.,1994).
Suatu cara
mengklasifikasi alkaloid adalah didasarkan pada jenis cincin
heterosiklik nitrogen yang terikat. Menurut klasifikasi ini alkaloid
dibedakan menjadi ; pirolidin (1), piperidin (2), isoquinolin (3), quinolin (4)
dan indol (5) Alkaloid pada umumnya berbentuk kristal yang tidak berwarna, ada
juga yang berbentuk cair seperti koniina (6), nikotin (7). Alkaloid yang
berwarna sangat jarang ditemukan misalnya berberina (8) berwarna kuning.
Kebasaan
alkaloid menyebabkan senyawa ini mudah terdekomposisi terutama oleh panas,
sinar dan oksigen membentuk N-oksida. Jaringan yang masih mengandung lemak,
maka dilakukan ekstraksi pendahuluan petroleum eter.
b. Flavonoid
Flavonoid
adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam terutama
pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa ini merupakan produk metabolik sekunder
yang terjadi dari sel dan terakumulasi dari tubuh tumbuhan sebagai zat racun
(Robinson, 1991).
Senyawa
flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon dalam inti dasarnya yang tersusun
dalam konfigurasi C6 - C3 – C6. Susunan
tersebut dapat menghasilkan tiga struktur yaitu: 1,3-diarilpropana (flavonoid),
1,2-diarilpropana (isoflavonoid), 2,2-diarilpropana (neoflavonoid).
Menurut Markham (1982), flavonoid
merupakan senyawa polar karena mempunyai gugus hidroksil yang tak tersulih,
atau suatu gula, sehingga flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti
etanol, metanol, butanol dan air.
Flavonoid
umumnya terikat pada gula sebagai glukosida dan aglikon flavonoid. Uji warna
yang penting dalam larutan alkohol ialah direduksi dengan serbuk Mg dan HCl
pekat. Diantara flavonoid hanya flavalon yang menghasilkan warna merah ceri
kuat (Harborne,1984).
c. Terpenoid
Semua terpenoid
berasal dari molekul isoprena, CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan
kerangka karbonya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5
ini. Walaupun demikian, secara biosintesis senyawa yang berperan adalah
isopentil pirofosfat, CH2=C(CH3)-(CH)2OPP,
yang terbentuk dari asetat melalui asam mevalonat, CH2OHCH2C(OH,CH3)-CH2CH2COOH.
Isopentil piropospat terdapat dalam sel hidup dan berkesinambungan dengan
isomernya, dimetilalil piropospat, (CH3)2C=CHCH2OPP.
Berdasarkan kenyataan ini, terpenoid
dikelompokan dalam 5 bagian:
a.
Monoterpen
terdiri dari dua unit C5 atau 10 atam karbon.
b.
Siskuisterpen
terdiri dari tiga unit C5 atau 15 atom karbon
c.
Diterpen
terdiri dari empat unit C5 atau 20 atom karbon
d.
Triterpen
terdiri dari enam unit C5 atau 30 atom karbon
e.
Tetraterpen
terdiri dari delapan unit C5 atau 40 atom karbon
Secara kimia,
terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat didalam sitoplasma sel
tumbuhan. Biasanya diekstraksi memakai petrolium eter, eter atau kloroform dan dapat
dipisahkan secara kromatografi pada silika gel dengan pelarut ini
(Harborne,1987).
d. Steroid
Steroid adalah
terpenoid yang kerangka dasarnya terbentuk dari sistem cincin siklopentana
prehidrofenantrena. Steroid merupakan golongan senyawa metabolik sekunder yang
banyak dimanfaatkan sebagai obat. Hormon steroid pada umumnya diperoleh dari
senyawa-senyawa steroid alam terutama dalam tumbuhan (Djamal, 1988).
e.
Saponin
Menurut
Harborne (1984), saponin adalah glikosida triterpen dan sterol. Saponin merupakan
senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi
berdasarkan kemampuannya membentuk busa yang stabil dalam air dan menghomolisis
sel darah merah. Dari segi pemanfaatan, saponin sangat ekonomis sebagai bahan
baku pembuatan hormon steroid, tetapi saponin kadang-kadang dapat menyebabkan
keracunan pada ternak (Robinson, 1991).
f.
Tanin
Secara kimia terdapat dua
jenis tanin, yaitu: (1) tanin terkondensasi atau flavolan dan (2) tanin yang
terhidrolisis.
1.
Tanin terkondensasi atau flavolan
Tersebar luas
dalam tumbuhan angiospermae, terutama pada tumbuhan-tumbuhan berkayu. Nama
lainnya adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas,
beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah
monomer antosianidin. Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin karena bila
direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin. Proantosianidin dapat
dideteksi langsung dengan mencelupkan jaringan tumbuhan ke dalam HCl 2M
mendidih selama setengah jam yang akan menghasilkan warna merah yang dapat
diekstraksi dengan amil atau butil alkohol. Bila digunakan jaringan kering,
hasil tanin agak berkurang karena terjadinya pelekatan tanin pada tempatnya
didalam sel.
2. Tanin yang terhidrolisis
Terbatas pada
tumbuhan berkeping dua. Terutama terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana
adalah depsida galoiglukosa. Pada senyawa ini glukosa dikelilingi oleh lima
gugus ester galoil atau lebih. Jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer
asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat yang berikatan dengan glukosa. Bila
dihidrolisis menghasilkan asam angelat. Cara deteksi tanin terhidrolisis adalah
dengan mengidentifikasi asam galat/asam elagat dalam ekstrak eter atau etil
asetat yang dipekatkan (Harborne,1987).
g.
Fenol
Senyawa fenol meliputi aneka ragam
senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mengandung satu atau dua gugus
hidroksil. Senyawa fenol cenderung larut dalam air karena umumnya mereka
seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat pada
vakuola sel (Putra, 2007).
Zat atsiri yang memberikan keharuman
pada tumbuh- tumbuhan dan bunga adalah golongan senyawa yang disebut terpena.
Bau dalamhutan konifer pada hari panas di musim panas sebagian disebabkan oleh
terpena yang berasal dari pohon pinus. Memang sebetulnya nama terpena
diturunkan dari senyawa yang diturunkan dari terpentin, yaitu cairan atsiri
yang didapat dari pohon pinus (Stanley, 1988).
Pada senyawa polifenol, aktivitas
antioksidan berkaitan erat dengan struktur rantai samping dan juga substitusi
pada cincin aromatiknya. Kemampuannya untuk bereaksi dengan radikal bebas DPPH
dapat mempengaruhi urutan kekuatan antioksidannya. Aktivitas peredaman radikal
bebas senyawa polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen
fenolik dalam molekulnya. Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih
tinggi akan dihasilkan pada senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus
hidroksil yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini
mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan
senyawa fenolik dapat dihasilkan pada reaksi netralisasi radikal bebas yang
mengawali proses oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang
terjadi.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1
Alat dan Bahan
Alat:
· Tabung reaksi
· Rak tabung reaksi
· Gelas kimia
· Kaki tiga
· Kawat kasa
· Batang pengaduk
· Erlenmeyer
· Cawan penguap
· Penangas air
· Penjepit tabung reaksi
· Kertas saring
· Spatel
· Kertas perkamen
· Timbangan analitik
· Bunsen
· Korek api
· Plat tetes
· Pipet tetes
|
Bahan:
· Serbuk simplisia sambiloto 2 gram
· Etanol
· CHCl3
· HCl
· FeCl3
· Liberman Buchardat (asam asetat
anhidrat)
· H2SO4
|
3.2
Cara Kerja
1. Pemeriksaan
Terpen/Steroid, Fenol dan Saponin
a. Ditimbang 2 gram serbuk simplisia
sambiloto pada timbangan analitik
b. Dimasukkan sampel ke dalam cawan
uap, ditambahkan 25 ml etanol, kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 2
menit.
c. Disaring panas-panas, filtrate
diuapkan di penangas air sampai kering.
d. Filtrat yang kering ditriturasi
dengan ditambahkan CHCl3 sebanyak 10 ml.
e. Dimasukkan filtrate pada poin d
dalam tabung reaksi dan ditambahkan air hingga membentuk 2 lapisan yaitu
lapisan CHCl3 dan air.
f. Diambil lapisan air:
· Saponin :
dipipet lapisan air pada poin e, dimasukkan ke dalam tabung
reaksi,
dikocok hingga terbentuk busa yang tidak
hilang
selama 15 menit
setinggi 3 cm.
· Fenol :
dipipet lapisan air pada poin e, ditambahkan 2-3 tetes HCl dan
FeCl3.
Hasil yang positif ditunjukkan dengan warna merah.
g. Diambil lapisan CHCl3
kemudian dikeringkan di dalam plat tetes, ditambahkan pereaksi Liberman
Buchardat (10 tetes asam asetat anhidrat) dan ditambahkan 2-3 tetes H2SO4
pekat maka akan terbentuk warna hijau biru untuk terpen dan warna merah untuk
steroid.
3. Pemeriksaan
Alkaloid
· 2-4
gr sampel segar dipotong halus, digerus dengan pasir dan 10ml CHCL3.
· Ditambahkan
10 ml NH3, 10 ml CHCL3 0,05N saring kedalam tabung reaksi.
· Ditambahkan
0,5 ml H2SO4 2N kocok selama 1 menit.
· Diamkan
ambil lapisan asam dibagi 2 :
a. lapisan
asam pertama tambahkan pereaksi Mayer maka timbul endapan putih.
b. Lapisan
asam kedua tambahkan peraksi Buchardat.
4.
Pemeriksaan
Flavonoid
· 2
gr sampel ditambah 10 ml methanol kemudian dipanaska lalu disaring panas
panas dan dipekatkan diwaterbath.
· Ditambahkan
3 tetes HCL pekat dan logam Mg hasil positif terbentuk warna merah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Golongan Senyawa
|
Hasil
|
|
Percobaan
|
Literatur
|
|
Saponin
|
-
|
+
|
Fenol
|
-
|
-
|
Terpen
|
-
|
-
|
Steroid
|
-
|
-
|
Alkaloid
|
+
|
+
|
Flavonoid
|
-
|
+
|
Keterangan : (+) = terdeteksi ( - ) = tidak terdeteksi
4.2 Pembahasan
Negara
kita merupakan salah satu negara yang memiliki varietas bahan hayati yang
bermanfaat. Bahan-bahan hayati telah digunakan oleh manusia untuk
memenuhi berbagai keperluan hidup. Indonesia yang beriklim tropis memiliki
sumber daya alam hayati yang sangat beraneka ragam yang memproduksi beraneka
ragam senyawa kimia karbon alami. Salah satu bahan tersebut adalah Herba sambiloto (Androgaphis
paniculata herba) yang sangat bermanfaat bagi pengobatan hal ini disebabkan
karena banyaknya kandungan senyawa yang terdapat didalamnya.
Uji
fitokimia dilakukan untuk menentukan golongan senyawa aktif dari ekstrak
tumbuhan. Uji fitokimia yang sering dilakukan yaitu uji polifenol, kuinon,
alkaloid, triterpenoid, steroid, saponim dan flavonoid. Menurut harbone (1987)
fitokimia adalah suatu teknik analisa kandungan kimia didalam tumbuhan.
Analisis ini bersifat kualitatif sehingga data yang dihasilkan adalah data
kualitatif. Oleh karena itu dengan metode fitokimia dapat diketahui secara
kualitatif kandungan kimia dalam suatu jenis tumbuhan. Secara umum kandungan
kimia tumbuhan dapat dikelompokkan kedalam golongan senyawa alkaloid,
triterpenoid, steroid, saponin, flavonoid, tannin, polifenol, dan kuinon.
Senyawa-senyawa tersebar luas didalam tumbuhan. Untuk menentukan
senyawa-senyawa tersebut maka digunakan pereaksi-pereaksi khusus dan spesifik,
misalnya pereaksi Dregendrorf, Meyer, Wagner, asam pikrat dan pereaksi asam
tannat untuk alkaloid. Pereaksi liebermen – burchard untuk terpenoid, FeCl3
untuk mengidentifikasi polifenol dan larutan gelatin untuk senyawa tanin.
Pada praktikum kali ini, dilakukan uji fitokimia pada herba sambiloto (Androgaphis
paniculata herba). Uji fitokimia secara umum dilakukan dengan terlebih
dahulu menghaluskan
(memblender) simplisia herba sambiloto, sehingga
ukuran partikel sampel
menjadi sangat kecil sehingga memudahkan kandungan kimia dari bahan atau sampel
tersebut dapat tersaring dengan baik. Pada
praktikum uji fitokimia yang
yaitu dilakukan uji saponin,
uji fenol, uji steroid dan uji terpen.
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat
seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa
yang stabil dalam air dan menghomolisis sel darah merah. Untuk mengetahui
adanya saponin dalam sampel, maka filtrat yang kering ditriturasi dengan penambahan CHCl3
sebanyak 10 ml, kemudian filtrat dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan
air hingga membentuk 2 lapisan yaitu lapisan CHCl3 dan air. Lapisan
air tersebut dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang lain,
dikocok hingga terbentuk busa yang tidak
hilang selama 15 menit setinggi 3 cm. Berdasarkan hasil percobaan, saponin
tidak terdapat pada serbuk simplisia herba sambiloto yang diuji,dibuktikan
dengan tidak terdapatnya busa setinggi 3 cm pada saat pengujian.
Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari
tumbuhan, yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Senyawa fenol
cenderung larut dalam air karena umumnya mereka seringkali berikatan dengan
gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat pada vakuola sel (Putra, 2007).
Pada saat pengujian di laboratorium, herba sambiloto tidak mengan senyawa
fenol, hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan warna lapisan air pada
saat ditetesi HCl dan FeCl3. Hasil uji yang didapat sesuai dengan
literature yang terdapat pada MMI bahwa herba sambiloto tidak mengandung
senyawa fenol.
Steroid adalah
terpenoid yang kerangka dasarnya terbentuk dari sistem cincin siklopentana
prehidrofenantrena. Steroid merupakan golongan senyawa metabolik sekunder yang
banyak dimanfaatkan sebagai obat. Berdasarkan hasil pengujian, senyawa steroid
tidak terdapat pada herba sambiloto, hasil ini sesuai dengan literatur yang
menunjukkan tidak adanya senyawa steroid pada herba sambiloto.
Secara kimia,
terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat didalam sitoplasma sel
tumbuhan. Biasanya diekstraksi memakai petrolium eter, eter atau kloroform dan
dapat dipisahkan secara kromatografi pada silika gel dengan pelarut
ini (Harborne,1987). Pengujian senyawa steroid di laboratorium pada herba
sambiloto menunjukkan hasil negatif yang menujukkan bahwa tidak adanya senyawa
tersebut dalam sampel. Hal ini sesuai dengan yang ada pada literatur bahwa pada
herba sambiloto tidak terdapat senyawa fenol.
Alkaloid adalah
suatu golongan senyawa yang tersebar luas hampir pada semua jenis
tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang
biasanya bersifat basa dan membentuk cincin heterosiklik (Harborne, 1984). Alkaloid
dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari tumbuh-tumbuhan.
Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10-15%. Alkaloid kebanyakan
bersifat racun, tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid
merupakan senyawa tanpa warna, sering kali bersifat optik aktif, kebanyakan
berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin)
pada suhu kamar (Sabirin, et al.,1994). Pengujian alkaloid di
laboratorium yang dilakukan menunjukkan hasil positif, dengan terbentuknya
endapan putih pada saat direaksikan dengan pereaksi mayer, hal ini sesuai
dengan literature bahwa herba sambiloto mengandung senyawa alkaloid yang
berguna pengobatan.
Flavonoid
adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam terutama
pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa ini merupakan produk metabolik sekunder
yang terjadi dari sel dan terakumulasi dari tubuh tumbuhan sebagai zat racun
(Robinson, 1991). Pengujian flavonoid yang dilakukan praktikan pada herba
sambiloto menunjukkan hasil negatif karena pada saat pengujian dengan
menambahkan HCl pekat dan logam Mg tidak terbentuk warna merah, tetapi di
literatur menujukkan hasil yang positif. Hal ini nmenunjukkan bahwa terdapat
kesalahan ketika pengujian.
Beberapa
kesalahan yang terjadi pada saat pengujian di antaranya tidak terdapatnya
saponin dan flavonoid dalam simplisia herba sambiloto sedangkan dalam
literature disebutkan bahwa dalam simplisia herba sambiloto terkandung saponin,
flavonoin dan sebagainya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam factor,
diantaranya:
· Proses pengeringan yang terlalu
lama.
· Kurang tepatnya sortasi basah dan
pencucian sehingga masih terdapatnya benda-benda asing yang terdapat pada herba
sambiloto seperti kupu-kupu putih, mikroorganisme, dan lain-lain.
· Kurangnya ketelitian dan
kehati-hatian pada saat pengujian di laboratorium.
· Adanya bahan-bahan pereaksi di
laboratorium yang tercampur dengan bahan lain.
· Kesalahan saat pengambilan tanaman,
dan lain-lain.
BAB V
PENUTUP
5.1
Simpulan
1.
Kandungan sambiloto di antaranya:
· Saponin
· Flavonoid
· Andrografolid
· Apigenin
· Tanin
· Neo- andrografolid
· Deoksi – andrografolid
· Homo – andrografolid
· Bis – andrografolid
· Dehidro – andrografolid
· Andrografid
· Panikulin
· Mineral (Kalium, kalsium, natrium)
· Asam kersik dan Damar
2. Terdapatnya kesalahan saat pengujian simplisia
herba sambiloto yang diuji di laboratorium sehingga saponin yang ada pada
sampel tidak ditemukan. Beberapa factor yang mempengaruhi
hal tersebut, diantaranya:
·
Proses
pengeringan yang terlalu lama.
·
Kurang
tepatnya sortasi basah dan pencucian sehingga masih terdapatnya benda-benda
asing yang terdapat pada herba sambiloto seperti kupu-kupu putih,
mikroorganisme, dan lain-lain.
·
Kurangnya
ketelitian dan kehati-hatian pada saat pengujian di laboratorium.
·
Adanya
bahan-bahan pereaksi di laboratorium yang tercampur dengan bahan lain.
·
Kesalahan
saat pengambilan tanaman, dan lain-lain.
5.2
Saran
Diharapkan
pada praktikum berikutnya agar kelas dipisah, sehingga pada saat pengujian
simplisia menjadi kondusif dan lebih focus.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes.G.2007.Teknologi Bahan
Alam.21,38 – 39.Bandung : ITB Press
Anonim, 1979. Materia Medika Indonesia. Jilid III.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim.2000.
Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. 3 – 5. Jakarta : Depkes RI
Harborne, J.B,1996. Metode Fitokimia, Edisi
2. Bandung:
ITB Press
Teyler.V.E.et.al.1988.
Pharmacognosy .9th Edition. 187 – 188. Phiadelphia : Lea & Febiger
Lampiran
1. Gambar Uji Fitokimia di Laboratorium
Gambar 1.
Hasil penyaringan (filtrate)
|
Gambar
2. Proses pengeringan filtrate dengan pemanasan
|
Gambar 3. Penambahan air hingga membentuk 2
lapisan yaitu lapisan CHCl3 (lap. Bawah) dan air (lap. Atas)
|
Gambar 4. Uji Fenol
|
Gambar 5. Uji Terpen dan Steroiid
|
Gambar 6. Uji Saponin
|
Gambar
7. Uji Alkaloid
|
Gambar
8. Uji Flavonoid
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar